Sunday, 31 January 2016
Virus Zika: Keluarga si Kecil Aedes Berulah Lagi
Akhir-akhir ini, dunia dihebohkan dengan menyebarnya
virus baru yang cukup berbahaya: virus Zika. Bahaya virus ini seringkali
disetarakan dengan bahaya virus Demam Berdarah, salah satu penyebabnya,
mungkin, karena agen penyebaran kedua virus ini yang sama: nyamuk Aedes.
Ya, lagi-lagi keluarga si kecil belang hitam putih ini berulah. Entah
apakah nyamuk Aedes yang menyebarkan virus Zika ini memiliki ciri-ciri
fisik yang sama dengan nyamuk Aedes aegypti, tapi yang jelas keberadaan
virus ini patut diwaspadai. Bisa jadi, dalam kurun waktu yang gak begitu
lama virus ini mulai menyerang Indonesia.
Virus
Zika
Menurut data dari World Health Organization (WHO), awal
mula munculnya virus Zika ini adalah ketika virus ini ditemukan di monyet rhesus
di Uganda pada 1947. Virus ini kemudian mulai menyerang manusia, di negara yang
sama, pada 1952. Ternyata, di tahun yang sama Zika gak hanya menyerang
warga Uganda, tapi juga udah menyerang wilayah Tanzania. Sejauh ini, penyebaran
virus ini meliputi negara-negara di kawasan Afrika, Amerika Latin dan
negara-negara Pasifik.
Gejala virus ini kurang lebih sama dengan DB, yaitu
demam, nyeri sendi, dan conjunctivitis (mata merah). Gejala lain yang
umum ditemui yaitu nyeri otot dan sakit kepala. Gejala-gejala tersebut biasanya
merupakan gejala yang sifatnya ringan, tapi bertahan sampai berminggu-minggu
lamanya.
Sejauh ini, walaupun masih belum ditemukan kasus
pasien yang meninggal karena Zika, tapi kita tetap harus berhati-hati, karena
masa inkubasi dan informasi lain tentang virus ini yang belum diketahui, maka
belum ada vaksin tertentu untuk mengobati virus ini.
Pencegahan
dan Penanganan
Dikarenakan agen penyebaran virus ini yang sama dengan
DB, maka mencegah virus ini menyebar sebenarnya cukup gampang: menghindari dan
mengurangi gigitan nyamuk. Salah satu caranya yaitu dengan melakukan 3M:
Menguras tempat penyimpanan air, Menutup tempat penampungan Air, Menimbun barang-barang
yang mampu menampung air. Intinya, jangan sampai tubuh kita sering-sering
digigit nyamuk. Menggunakan raket listrik pembasmi nyamuk, lotion anti
nyamuk atau obat anti nyamuk pun bisa menjadi cara yang cukup efektif untuk
mengurangi gigitan nyamuk.
Bagi kalian yang lagi sakit atau gak
enak badan, sebaiknya makan teratur, tidur yang cukup dan rajin minum air putih
agar kekebalan tubuh meningkat. Jika sakit tetap berlanjut, langsung
menghubungi dokter terdekat untuk mendapatkan pengobatan yang lebih lanjut.
Virus
Zika & Microcephaly
Ketika terjadi penyebaran virus ini di Brazil pada
2015, pemerintah setempat telah menemukan adanya keterkaitan antara virus Zika
dengan microcephaly. Microcephaly adalah salah satu penyakit kongenital
yang menyebabkan bayi lahir dalam kondisi volume otak yang menyusut, lebih kecil
daripada bayi-bayi normal. Hal ini menyebabkan perkembangan otak bayi microcephaly
yang cenderung cacat, yang berakibat pada kinerja otak yang tidak maksimal.
Sejauh ini, pada 2015 telah diduga ditemukannya 739
kasus microcephaly di Brazil, sangat jauh meningkat dibandingkan kasus microcephaly
di Brazil pada tahun 2014, yang hanya mencapai 147 kasus. Oleh karenanya,
diduga adanya keterkaitan antara meningkatnya kasus virus Zika dengan
meningkatnya kasus microcephaly di Brazil. Walaupun hal ini sedang
diteliti oleh Departemen Kesehatan setempat, sangat dihimbau bagi ibu-ibu hamil
untuk sangat berhati-hati dalam menjaga kesehatannya.
Tapi, jika hal ini memang benar, maka virus Zika ini bisa
jadi jauh lebih berbahaya daripada Demam Berdarah. Karena, selain menyerang
orang dewasa dengan gejala yang berpotensi utuk sama bahayanya dengan DB, Zika
juga menyerang janin ibu hamil, menyebabkan pengecilan volume otak bayi.
Bayangkan, jika hampir seluruh ibu hamil terjangkit virus Zika ini, mereka
nantinya akan melahirkan generasi-generasi penerus yang memiliki volume otak
yang mengecil. Bahayanya apa? Kan cuma volume otak yang mengecil? Justru di
situ lah bahayanya.
Otak merupakan pusat kendali dari segala kegiatan
tubuh, ia mengendalikan seberapa cepat jantung harus berdetak, mengontrol
pertumbuhan dan perkembangan sel-sel tubuh, dan berbagai macam proses metabolik
tubuh lainnya. Selain itu, beberapa daerah di otak bertanggungjawab atas
kemampuan kita untuk berpikir, berkomunikasi, berbahasa, dan segala macam
keterampilan lainnya. Jika terjadi kerusakan pada otak, misal kerusakan pada Wernicke’s
area di otak akan menyebabkan terganggunya kemampuan berbahasa kita.
Microcephaly bukan hanya
dapat menurunkan kemampuan otak di bagian tertentu, tapi dapat menyebabkan
menurunnya kemampuan otak secara keseluruhan, mengakibatkan berkurangnya
kemampuan untuk beraktifitas secara normal, seperti berpikir, berkomunikasi,
dll. Bisa dibayangkan kondisi Indonesia dan dunia 20-30 tahun lagi jika virus
ini tetap menyebar. Kenyataan bahwa virus ini bukan hanya menyerang orang
dewasa dan generasi saat ini, tetapi juga berpotensi menyerang
generasi-generasi penerus, menjadi alasan kuat bagi kita untuk mencegah
meluasnya penyebaran virus ini.
Oleh
karena itu, mari jaga diri, keluarga dan generasi penerus kita dari penyakit
berbahaya seperti virus Zika ini.
Semoga
bermanfaat!
NB: Jika kalian merasa konten blog ini menarik, bisa like
Facebook: CalonDokter,
untuk update postingan berikutnya.
Ditunggu komentar, kritik & sarannya agar CalonDokter semakin
berkembang!
Terima kasih ^0^
Unknown
Calon Dokter
Seorang pemuda rantau yang tengah menempuh Pendidikan Kedokteran di Chongqing Medical University. Selain kuliah, saya juga aktif blogging dan berorganisasi di PPI Tiongkok.
Thursday, 28 January 2016
Bahagia: Salju Pertama di Chongqing
Pagi hari itu, harusnya sama dengan hari-hari lain.
Namun, saya pun tak tahu kenapa, tiba-tiba saja terbangun, tanpa terpaksa
dibangunkan oleh bunyi alarm HP yang, jujur, sangat mengusik. Tapi justru bunyi
alarm itu yang tetap saya gunakan, karena berkat suara alarm, yang sebenarnya
tidak terlalu keras namun bunyinya cukup memuakkan telinga, itu lah saya mampu
untuk bangun tepat waktu setiap paginya. Yaahh, walaupun untuk jaga-jaga
saya tetap memasang alarm lagi 2-3 jam setelah jam alarm yang pertama (hanya
berlaku pas liburan saja siih).
Tapi, entah kenapa pagi itu terasa berbeda. Selain
karena tanpa bunyi alarm yang mengusik dan selalu memaksa saya bangun tersebut,
tetapi badan saya juga terasa lebih segar, terasa nyenyak sekali rasanya tidur
saya pada malam harinya. Entah apa yang terjadi.
“Ah bodo’ lah, udah ngantuk”, pikir saya.
Saya pun tertidur.
Saya terbangun keesokan harinya dengan kondisi tubuh
yang, entah kenapa, terasa lebih segar. Dan, ketika saya membuka tirai jendela
kamar, saya lebih terkejut lagi dengan kondisi luar kamar, yang secara menakjubkan
diselimuti oleh tumpukan benda halus berwarna putih, yang tidak
disangka-sangka, setelah sekitar 3 tahun, akan mampir ke Chonging pada hari
itu. Ya, Chongqing bersalju! Jadi ini penyebab tubuh saya tiba-tiba segar! Ia
tahu bahwa ada sesuatu yang menarik sedang terjadi, sesuatu yang sudah lama
saya idam-idamkan, dan akhirnya terwujud! Tak terbayangkan betapa bahagianya saya saai itu!
Salju pertama saya di kota yang terkenal sebagai salah
satu kota terpanas di dataran China. Chongqing merupakan salah satu dari 4 kota
munisipal terbesar di China, bersama dengan Beijing, Shanghai dan Tianjin, dan
termasuk kota industri terbesar di sepanjang dataran Negeri Panda ini. Sebagai
kota industri, pembangunan kota Chongqing lebih diutamakan ke pabrik-pabrik
yang, berkat limbah polusi yang dihasilkan, menjadikan kota ini memiliki iklim
yang cukup aneh.
Musim panas di sini memang sangat panas, dengan
suhu mencapai 40°C tanpa adanya sinar
matahari yang menyengat. Ya. Cuaca di Chongqing saat musim panas memang bisa
mendung, terkadang hujan rintik-rintik, tetapi suhu udara tetap sekitar 32-35°C.
Panas yang dihasilkan bukan panas karena terik matahari yang menyengat, tetapi
lebih ke pengap, rasanya seperti kekurangan oksigen untuk bernapas. Dan, musim
dingin di Chongqing biasanya ‘hanya’ mencapai 1-5°C,
hanya dingin yang menusuk tulang tanpa adanya salju, paling menthok
hujan yang lumayan deras.
Yaah, hal yang cukup mengecewakan saya pada awalnya.
Karena saya berharap dapat melihat dan mengalami sendiri musim dingin bersalju,
seperti yang biasa saya lihat di film-film. Dan ternyata, bukan hanya saya saja.
Setiap pelajar asing, terutama dari Indonesia, yang saya kenal, pun agak kecewa
karena tidak bisa menikmati salju musim dingin di Chongqing.
Namun, hari itu, sepertinya semua doa, harapan dan penantian kami pun terkabul. Jalanan Chongqing, di bagian Daxuecheng, tempat kampus kami berada, lebih tepatnya, diselimuti oleh kristal putih yang menumpuk dan terlihat sangat fluffy. Yuhuuu!!
Saya yang kelewat
bahagia dan super excited langsung keluar dan menikmati salju perdana di
Chongqing. Itu pertama kalinya saya melihat dan merasakan salju secara
langsung. Melihat bagaimana setiap butiran kristal heksagonal salju berjatuhan
dari langit, berusaha memegangnya dengan menengadahkan tangan saya, dan
melihatnya mencair secara perlahan di telapak tangan saya. Merasakan pula
bagaimana rasanya memegang tumpukan salju yang sudah menumpuk di permukaan
tanah, mengambilnya dengan tangan saya sendiri, merasakan kelembutan teksturnya,
yang kurang lebih mirip seperti menggenggam bunga es di freezer kulkas,
hanya saja lebih lembut, untuk pertama kali.
Sungguh
perasaan yang menakjubkan. Ya, setiap hal yang dilakukan pertama kali, terlebih
lagi itu hal yang unik, dan kita menyukainya, pasti selalu menimbulkan perasaan
yang menakjubkan. Ya ‘kan?
Tentu saja
kesempatan itu tidak kami lewatkan sia-sia dengan mengabadikan momen tersebut.
Hal yang langka seperti ini tentu saja tidak akan berlangsung lama. Pengalaman
mengajarkan saya itu. Sok bijak!
Namun, tidak
bisa berlama-lama pula kami mengabadikan momen itu karena kamera HP saya
tiba-tiba error. Teman saya, yang
sempat merasakan pengalaman bersalju di Jerman, memberi saya pencerahan bahwa
memang HP akan sedikit error ketika digunakan di suasana bersalju,
dikarenakan cuaca yang terlalu dingin sehingga menghambat kinerja HP. Dia pun
juga mengatakan bahwa sebaiknya saya menghindari penggunaan HP yang berlebihan
dan menghangatkannya kembali agar tidak error.
Saya pun
hanya manthuk-manthuk saja mengiyakan, karena memang selain kekatrokan
saya yang pertama kali melihat salju, tetapi juga ketika di rumah dulu adik
saya saja sampai harus nangkring di kulkas untuk memperoleh suasana
sejuk. Maklum, kipas angin sudah tidak mempan dan membeli AC terlalu mahal.
Maksudnya, kalau kulkas bisa dimanfaatkan sebagai AC, kenapa tidak? True
Story (bergaya dengan memakai jas sambil menggoyang-goyangkan gelas kaki
berisi jus anggur)
Setelah saya menghangatkan HP saya sejenak, dengan mendekapnya
erat-erat, berusaha memberikan
kehangatan kepadanya, seperti saya mendekap kekasih hati saya, kalau dan semoga
saja ada, suatu saat nanti (maklum, sudah terlalu lama jomblo. Abaikan),
kami pun menuju flat kawan kami di kompleks seberang, mengajak dia dan
junior, yang kebetulan menginap di sana, untuk bermain salju.
Hari itu
memang momen pertama bagi kami semua untuk menikmati salju. Jadi, tentu saja
kami sangat bersemangat. Kelewat bersemangat, malah. Kami bermain perang
salju, menggumpalkan salju dan melempar-lemparkannya sambil berteriak-teriak
layaknya anak kecil. Bahkan, mungkin saking terlihat kekanakannya kami
saat itu, anak-anak kecil di sekitar pun ikut bergabung dengan peperangan kami
tersebut. Tak lupa, kami juga membuat boneka salju kami yang pertama. Yaahh,
walaupun sama sekali berbeda dari model boneka salju mainstream,
dikarenakan modifikasi di sana-sini, tapi kami cukup puas. Sangat puas malah.
Saya jadi
berpikir, bahagia memang sederhana. Terkadang, hal-hal yang terlihat sepele,
justru mampu menjadi kunci kebahagiaan bagi diri kita. Bukan apa yang
dilakukan, sebenarnya, yang membuat bahagia, namun momen di saat kebahagiaan
itu tercapailah yang membuat kita bahagia. Seperti ketika kita sangat
mengharapkan sesuatu, tetapi kita harus menerima tamparan dari kenyataan yang
pahit, dan kemudian di saat-saat desperate kita, ketika kita berpikir
bahwa harapan itu tidak akan menjadi kenyataan, namun realita kehidupan kembali
berbalik menyerang kita dengan mengabulkan apa yang sudah sejak lama kita
harapkan itu, bisa menjadi hal paling membahagiakan yang pernah dirasakan.
Tak perlu
membeli barang-barang mewah nan berkilau. Tak perlu bepergian, tamasya
kesana-kemari untuk dapat mengecap kebahagiaan. Mencukupkan diri dengan apa
yang ada, sembari sambil terus berusaha dan senantiasa berharap yang terbaik,
namun juga mengantisipasi yang buruk, tentunya, justru akan membuat kebahagiaan
itu sendiri yang mampir, datang ke kehidupan kita. Karena, memang, kehidupan
selalu memiliki caranya tersendiri untuk membuktikan bahwa kita itu salah. For
better or for worse.
Selamat
berbahagia, teman-teman!
NB: Jika kalian merasa konten blog ini menarik, bisa like Facebook: CalonDokter, untuk update postingan berikutnya.
NB: Jika kalian merasa konten blog ini menarik, bisa like Facebook: CalonDokter, untuk update postingan berikutnya.
Ditunggu komentar, kritik & sarannya agar CalonDokter semakin berkembang!
Terima kasih ^0^
Unknown
Calon Dokter
Seorang pemuda rantau yang tengah menempuh Pendidikan Kedokteran di Chongqing Medical University. Selain kuliah, saya juga aktif blogging dan berorganisasi di PPI Tiongkok.
Monday, 25 January 2016
Cellular Signal 'Gosipping' (English)
“Hey,
did you know? Last night when I was taking a stroll with Manish, suddenly we
bumped into Neil and Riri. They were holding hands and then bla bla bla… And,
ugh, after that I felt bla blueh bleh…”
The
dialog shown above is one of the conversation, which I often heard, from my
girl friends (not girlfriends, I don’t even have any at the moment, sadly
speaking). The conversation which is, actually, capable to fills the gloomy and
lonely days of ours. The conversation which had became a media for us to
communicate and gather information. The conversation which, at a glimpse, seems
to has no end and, strangely enough, would never run out of topic every day. The
conversation which, seems had, became the first to check in our To-Do List, when
we’re hanging out with friends, especially for the girls. What kind of conversation
am I talking about, anyway?
Well,
let me give you some clues:
1).
This conversation is widely popular among girls
2).
This conversation is commonly used by using this kind of system: Source of
information/Informant à
First Receiver à
Second Receiver à
Third, Fourth Receiver, and so on
3).
The main function of this kind of conversation is to relay information from one
source, which is the informant, to one another continuously. So that the majority
of others know about it.
Yepp, the kind of conversation that I’m talking about
is: Gossip, a kind of information gathering which depends on the
continuously relay of information from one person to the others. Gossiping
seems like to have already become something non-unfamiliar for us, whoever we
are and wherever we are, it can be stated for sure that we had ever
participated in it. No matter if we acknowledge it or not. No matter if we
remember in doing so or not.
And, curiously speaking, the stereotype of
gossiping had, since many years ago, become a distinct characteristic of females,
although, in some cases, males are also willing to take a role in it. Or to be
precise, are curious to know some up to date information from our surroundings.
Since the desire to know, based on advanced form of
Maslow’s Hierarchy of Needs, is one of the things that we, as humans,
considered to be important to be fulfilled. Thus, creating the overwhelming
urge in ourselves, consciously or not, to gather as much information as we
could. And gossip, for some people, provided the decent fulfillment for that
necessity.
Although the authenticity and credibility of the
information in gossip is highly questionable, but, well, that’s not the point
here actually.
The point is the way or method of how the gossip was
spread and being relayed is, in fact, pretty much similar to one of the
metabolic process in our body, which called Cellular Signal Transduction/CST. The main function of this process is to relay
the information from the extra-cellular environment into the cell, which will then
react accordingly to the information given.
For example: The glucagon hormone in the blood stream
will tell the hepatocytes in our liver, whether it should increase the glycogen
level or not.
![]() |
CST's cascade in our cell |
And, the main and unique feature of this process,
which is somewhat similar to gossip, is the continuously relay of information
from one molecule to the others, which is called cascade. The continuously
relay of information, which was started from the outer membrane-receptor, to
the intracellular signal transducers (including second messenger and other
proteins), then to the effecter protein, which then will have a specific
reaction according to the information given, has the role of enhancing and
strengthening the information’s signal.
In other words, the longer the cascade is, that
means that the more important the information that was being relayed. Pretty
much similar to gossip: the more people know about it, then the more
interesting and ‘important’ the gossip really is, isn’t it?
Furthermore,
the process of CST is somewhat resembled the one that of the gossip
1).
The first process of CST is the binding of information-carrying molecules,
which is called ligand, to the specific outer membrane-receptors. There
are a lot of ligands in our body, such as: hormones (Glucagon, Angiotensin, Vasopressin
etc) Acetylcholine, etc. This process, simply speaking, is the analogy of the
relay of gossip information from the informant to the first receiver.
2).
After the ligand has bind to the receptor, it will trigger the next molecules
to active: intracellular signal transducers. This molecules, which is
consisted of: second messenger, such as cGMP and cAMP (nucleotides), Calcium
ion, DAG (lipid), etc; and other protein molecules, such as G-Protein, Adaptor
Protein, Schaffold Protein, Protein Kinase/Phosphate, etc, served the role of
enhancing and strengthening the information’s signal. This is similar to the relay of the gossip news
from the first receiver to the second receiver, or from the second receiver to
the third receiver, and so on.
3).
The activation of the intracellular signal transducers will activate the other
molecules, known as the effecter protein, which is functioned to give a
response according to the information that has been relayed. This is the
final process of the ‘gossip cascade’, when every related components have
served their role in relaying the information and the accordingly response has
been commenced.
Based on that simple explanation, it can be concluded
that thanks to the ‘gossiping’ of the related components which composed our
cells, we’re able to maintain our metabolic process, which has supported our life
up until now. So, frankly speaking, are we being maintained and supported
through gossip? Unfortunately, it seems so. But, as long as we use that ‘gossip’
for the good of others, it’s okay right? Just like how our body is ‘gossiping’
through the Cellular Signal Transduction pathways.
I’m joking, there’s basically no good in gossip.
But
anyway, thanks for reading the article!
Unknown
Calon Dokter
Seorang pemuda rantau yang tengah menempuh Pendidikan Kedokteran di Chongqing Medical University. Selain kuliah, saya juga aktif blogging dan berorganisasi di PPI Tiongkok.
Cellular Signal 'Gossiping'
Kutipan dialog di atas merupakan percakapan,
yang seringkali saya dengar, dari teman-teman saya, terutama perempuan, yang
kerap kali mengisi hari-hari kami yang terkesan sunyi dan monoton. Percakapan
yang acap kali menjadi media kita untuk berkomunikasi dan mengumpulkan
informasi. Percakapan yang, sekilas, terkesan tiada henti dan, anehnya, tidak
pernah kehabisan bahan setiap harinya. Percakapan yang, seolah, menjadi menu
wajib yang pasti dilakukan setiap berkumpul bersama kawan, terutama oleh
ibu-ibu arisan, dari kalangan mana pun. Percakapan apa sih yang dimaksud?
Well, mari saya beri petunjuk:
1). Percakapan tersebut umumnya dilakukan oleh
perempuan;
2). Percakapan ini biasa dilakukan dengan sistem
seperti berikut: Sumber informasi à
Penerima pertama à
Penerima kedua à
Penerima ketiga, keempat dst.
3). Fungsi dari percakapan sejenis dengan sistem seperti
itu adalah penyampaian informasi dari satu sumber (informan) ke pihak-pihak
lain secara beruntun, sehingga (hampir) semua orang mengetahuinya.
Yapp,
percakapan yang saya maksud adalah: Gosip. Gosip-menggosip seakan
sudah menjadi hal yang tidak asing di keseharian kita, siapa pun dan di
mana pun kita berada, sudah bisa dipastikan kita pasti pernah terlibat
di dalamnya. Hayoo, akui saja sudah. Dan entah kenapa stereotip gosip selalu
‘dituduhkan’ kepada kaum Hawa, padahal tidak menutup kemungkinan beberapa
golongan dari kaum Adam pun menyukainya. Atau lebih tepatnya, menyukai
informasi yang dibawa melalui gosip tersebut, karena biasanya hal yang biasa
digosipkan adalah informasi-informasi ter-up to date dari lingkungan
sekitar. Tentu saja tidak ada yang mau dibilang kudet kan?
Salah satu karakteristik
utama dari gosip, selain dari pelaku, yaitu dari mekanisme penyampaian
informasinya, yang umumnya melibatkan: Sumber informasi/informan, Penerima
Pertama, Penerima Kedua, Penerima Ketiga, Keempat, dst. Intinya adalah: Menyampaikan
informasi secara beruntun dari satu pihak ke pihak lain, sehingga informasi
tersebut dapat dengan mudah diketahui dan diakses oleh semua orang. Yaah, walaupun keabsahan informasi gosip memang patut dipertanyakan. But, well, that's not the point.
Dan ternyata, dengan menggunakan prinsip yang
sama, komponen-komponen penyusun sel-sel tubuh kita pun ber’gosip’ untuk
menerima dan menyampaikan informasi dari luar sel. Proses ini dinamakan
Transduksi Sinya Sel (Cellular Signal Transduction/CST). Fungsi dari
proses ini adalah, tentu saja, menyampaikan informasi yang berasal dari
lingkungan di luar sel (extracellular) ke protein terkait, sehingga
menghasilkan reaksi yang sesuai dengan informasi yang diterima.
Contoh:
Hormon Glukagon akan mengirimkan informasi ke dalam sel-sel hati (Hepatocytes)
terkait kadar glikogen di dalam hati, apakah sebaiknya ditingkatkan atau
diturunkan.
Dan, fitur
unik dari proses ini adalah adanya serangkaian reaksi beruntun dalam
penyampaian informasinya, atau yang biasa disebut dengan cascade.
Penyampaian informasi secara beruntun, yang bermula dari reseptor/penerima
yang terletak di membran luar sel, intracellular signal transducers
(meliputi second messenger & protein lainnya), protein efektor,
hingga menghasilkan respon yang sesuai, ini berfungsi untuk memperkuat sinyal
informasi yang dibawa.
Dengan kata
lain, semakin panjang dan rumit cascade yang ada, maka bisa dibilang
semakin penting informasi yang dibawa. Kurang lebih sama kan dengan gosip:
Semakin panjang rantai penerima berita gosip, berarti semakin menarik dan ‘penting’
lah gosip tersebut. Bukan begitu?
![]() |
(Gambaran cascade CST di dalam sel) |
Selain itu,
proses CST ini ternyata kurang lebih beti (beda tipis) loh dengan sistem gosip.
1). Proses pertama dari CST yaitu menempelnya molekul
pembawa informasi dari luar sel, atau yang biasa disebut dengan ligan,
ke reseptor yang terletak di membrane luar sel. Tahap ini bisa dianalogikan
dengan penyampaian gosip dari Informan ke Penerima Pertama.
2). Melekatnya molekul ligan ke reseptor, akan
mengaktifkan ‘pihak’ berikutnya yang disebut intracellular signal tranducers.
Molekul ini, terdiri dari: second messenger, seperti ion kalsium/ Ca2+,
DAG (lipid/lemak), cAMP & cGMP (nukleotid), dll; serta protein lainnya seperti: G-Protein,
Protein Adaptor, Protein Kinase/Phosphatase, dll, berfungsi untuk memperkuat
sinyal informasi yang sedang disampaikan. Atau, dengan kata lain, tahap ini
merupakan tahap penyampaian gosip dari Pihak Pertama ke Pihak Kedua, atau
dari Pihak Kedua ke Pihak Ketiga, dst
3). Aktivasi dari intracellular signal
tranducers ini kemudian akan mengaktivasi senyawa protein efektor, yang
berfungsi untuk menghasilkan reaksi terkait dengan informasi yang telah
diterima. Senyawa ini dapat berupa enzim metabolik, protein regulator gen, atau
pun protein cytoskeleton. Pada tahap ini, ‘gosip’ telah mencapai
tahapan final ketika seluruh komponen terkait telah menerima informasi dan,
bisa dipastikan, respon yang diinginkan telah terwujud.
Nah, berdasarkan penjelasan singkat
di atas, dapat disimpulkan bahwa komponen penyusun sel tubuh kita pun, ber’gosip’
untuk menyampaikan dan memperkuat informasi, sehingga terjadilah serangkaian proses
metabolik yang menunjang kehidupan kita. Berarti, kita bisa tetap hidup dan
beraktivitas, berkat gosip donk? Sayangnya, berdasarkan pengetahuan yang
saya terima, iya. Namun, tetap lah perhatikan penggunaan dan penempatan gosip
yang tepat. Marilah kita ‘bergosip’ untuk menyebarkan berita baik dan membawa
manfaat bagi sesama, sama halnya dengan proses Cellular Signal Transduction
di dalam tubuh kita.
Salam Ilmu Pengetahuan!
NB: Jika kalian merasa konten blog ini menarik, bisa like Facebook: CalonDokter, untuk update postingan berikutnya.
Ditunggu komentar, kritik & sarannya agar CalonDokter semakin berkembang!
Terima kasih ^0^
Unknown
Calon Dokter
Seorang pemuda rantau yang tengah menempuh Pendidikan Kedokteran di Chongqing Medical University. Selain kuliah, saya juga aktif blogging dan berorganisasi di PPI Tiongkok.
Subscribe to:
Posts (Atom)