Pagi hari itu, harusnya sama dengan hari-hari lain.
Namun, saya pun tak tahu kenapa, tiba-tiba saja terbangun, tanpa terpaksa
dibangunkan oleh bunyi alarm HP yang, jujur, sangat mengusik. Tapi justru bunyi
alarm itu yang tetap saya gunakan, karena berkat suara alarm, yang sebenarnya
tidak terlalu keras namun bunyinya cukup memuakkan telinga, itu lah saya mampu
untuk bangun tepat waktu setiap paginya. Yaahh, walaupun untuk jaga-jaga
saya tetap memasang alarm lagi 2-3 jam setelah jam alarm yang pertama (hanya
berlaku pas liburan saja siih).
Tapi, entah kenapa pagi itu terasa berbeda. Selain
karena tanpa bunyi alarm yang mengusik dan selalu memaksa saya bangun tersebut,
tetapi badan saya juga terasa lebih segar, terasa nyenyak sekali rasanya tidur
saya pada malam harinya. Entah apa yang terjadi.
“Ah bodo’ lah, udah ngantuk”, pikir saya.
Saya pun tertidur.
Saya terbangun keesokan harinya dengan kondisi tubuh
yang, entah kenapa, terasa lebih segar. Dan, ketika saya membuka tirai jendela
kamar, saya lebih terkejut lagi dengan kondisi luar kamar, yang secara menakjubkan
diselimuti oleh tumpukan benda halus berwarna putih, yang tidak
disangka-sangka, setelah sekitar 3 tahun, akan mampir ke Chonging pada hari
itu. Ya, Chongqing bersalju! Jadi ini penyebab tubuh saya tiba-tiba segar! Ia
tahu bahwa ada sesuatu yang menarik sedang terjadi, sesuatu yang sudah lama
saya idam-idamkan, dan akhirnya terwujud! Tak terbayangkan betapa bahagianya saya saai itu!
Salju pertama saya di kota yang terkenal sebagai salah
satu kota terpanas di dataran China. Chongqing merupakan salah satu dari 4 kota
munisipal terbesar di China, bersama dengan Beijing, Shanghai dan Tianjin, dan
termasuk kota industri terbesar di sepanjang dataran Negeri Panda ini. Sebagai
kota industri, pembangunan kota Chongqing lebih diutamakan ke pabrik-pabrik
yang, berkat limbah polusi yang dihasilkan, menjadikan kota ini memiliki iklim
yang cukup aneh.
Musim panas di sini memang sangat panas, dengan
suhu mencapai 40°C tanpa adanya sinar
matahari yang menyengat. Ya. Cuaca di Chongqing saat musim panas memang bisa
mendung, terkadang hujan rintik-rintik, tetapi suhu udara tetap sekitar 32-35°C.
Panas yang dihasilkan bukan panas karena terik matahari yang menyengat, tetapi
lebih ke pengap, rasanya seperti kekurangan oksigen untuk bernapas. Dan, musim
dingin di Chongqing biasanya ‘hanya’ mencapai 1-5°C,
hanya dingin yang menusuk tulang tanpa adanya salju, paling menthok
hujan yang lumayan deras.
Yaah, hal yang cukup mengecewakan saya pada awalnya.
Karena saya berharap dapat melihat dan mengalami sendiri musim dingin bersalju,
seperti yang biasa saya lihat di film-film. Dan ternyata, bukan hanya saya saja.
Setiap pelajar asing, terutama dari Indonesia, yang saya kenal, pun agak kecewa
karena tidak bisa menikmati salju musim dingin di Chongqing.
Namun, hari itu, sepertinya semua doa, harapan dan penantian kami pun terkabul. Jalanan Chongqing, di bagian Daxuecheng, tempat kampus kami berada, lebih tepatnya, diselimuti oleh kristal putih yang menumpuk dan terlihat sangat fluffy. Yuhuuu!!
Saya yang kelewat
bahagia dan super excited langsung keluar dan menikmati salju perdana di
Chongqing. Itu pertama kalinya saya melihat dan merasakan salju secara
langsung. Melihat bagaimana setiap butiran kristal heksagonal salju berjatuhan
dari langit, berusaha memegangnya dengan menengadahkan tangan saya, dan
melihatnya mencair secara perlahan di telapak tangan saya. Merasakan pula
bagaimana rasanya memegang tumpukan salju yang sudah menumpuk di permukaan
tanah, mengambilnya dengan tangan saya sendiri, merasakan kelembutan teksturnya,
yang kurang lebih mirip seperti menggenggam bunga es di freezer kulkas,
hanya saja lebih lembut, untuk pertama kali.
Sungguh
perasaan yang menakjubkan. Ya, setiap hal yang dilakukan pertama kali, terlebih
lagi itu hal yang unik, dan kita menyukainya, pasti selalu menimbulkan perasaan
yang menakjubkan. Ya ‘kan?
Tentu saja
kesempatan itu tidak kami lewatkan sia-sia dengan mengabadikan momen tersebut.
Hal yang langka seperti ini tentu saja tidak akan berlangsung lama. Pengalaman
mengajarkan saya itu. Sok bijak!
Namun, tidak
bisa berlama-lama pula kami mengabadikan momen itu karena kamera HP saya
tiba-tiba error. Teman saya, yang
sempat merasakan pengalaman bersalju di Jerman, memberi saya pencerahan bahwa
memang HP akan sedikit error ketika digunakan di suasana bersalju,
dikarenakan cuaca yang terlalu dingin sehingga menghambat kinerja HP. Dia pun
juga mengatakan bahwa sebaiknya saya menghindari penggunaan HP yang berlebihan
dan menghangatkannya kembali agar tidak error.
Saya pun
hanya manthuk-manthuk saja mengiyakan, karena memang selain kekatrokan
saya yang pertama kali melihat salju, tetapi juga ketika di rumah dulu adik
saya saja sampai harus nangkring di kulkas untuk memperoleh suasana
sejuk. Maklum, kipas angin sudah tidak mempan dan membeli AC terlalu mahal.
Maksudnya, kalau kulkas bisa dimanfaatkan sebagai AC, kenapa tidak? True
Story (bergaya dengan memakai jas sambil menggoyang-goyangkan gelas kaki
berisi jus anggur)
Setelah saya menghangatkan HP saya sejenak, dengan mendekapnya
erat-erat, berusaha memberikan
kehangatan kepadanya, seperti saya mendekap kekasih hati saya, kalau dan semoga
saja ada, suatu saat nanti (maklum, sudah terlalu lama jomblo. Abaikan),
kami pun menuju flat kawan kami di kompleks seberang, mengajak dia dan
junior, yang kebetulan menginap di sana, untuk bermain salju.
Hari itu
memang momen pertama bagi kami semua untuk menikmati salju. Jadi, tentu saja
kami sangat bersemangat. Kelewat bersemangat, malah. Kami bermain perang
salju, menggumpalkan salju dan melempar-lemparkannya sambil berteriak-teriak
layaknya anak kecil. Bahkan, mungkin saking terlihat kekanakannya kami
saat itu, anak-anak kecil di sekitar pun ikut bergabung dengan peperangan kami
tersebut. Tak lupa, kami juga membuat boneka salju kami yang pertama. Yaahh,
walaupun sama sekali berbeda dari model boneka salju mainstream,
dikarenakan modifikasi di sana-sini, tapi kami cukup puas. Sangat puas malah.
Saya jadi
berpikir, bahagia memang sederhana. Terkadang, hal-hal yang terlihat sepele,
justru mampu menjadi kunci kebahagiaan bagi diri kita. Bukan apa yang
dilakukan, sebenarnya, yang membuat bahagia, namun momen di saat kebahagiaan
itu tercapailah yang membuat kita bahagia. Seperti ketika kita sangat
mengharapkan sesuatu, tetapi kita harus menerima tamparan dari kenyataan yang
pahit, dan kemudian di saat-saat desperate kita, ketika kita berpikir
bahwa harapan itu tidak akan menjadi kenyataan, namun realita kehidupan kembali
berbalik menyerang kita dengan mengabulkan apa yang sudah sejak lama kita
harapkan itu, bisa menjadi hal paling membahagiakan yang pernah dirasakan.
Tak perlu
membeli barang-barang mewah nan berkilau. Tak perlu bepergian, tamasya
kesana-kemari untuk dapat mengecap kebahagiaan. Mencukupkan diri dengan apa
yang ada, sembari sambil terus berusaha dan senantiasa berharap yang terbaik,
namun juga mengantisipasi yang buruk, tentunya, justru akan membuat kebahagiaan
itu sendiri yang mampir, datang ke kehidupan kita. Karena, memang, kehidupan
selalu memiliki caranya tersendiri untuk membuktikan bahwa kita itu salah. For
better or for worse.
Selamat
berbahagia, teman-teman!
NB: Jika kalian merasa konten blog ini menarik, bisa like Facebook: CalonDokter, untuk update postingan berikutnya.
NB: Jika kalian merasa konten blog ini menarik, bisa like Facebook: CalonDokter, untuk update postingan berikutnya.
Ditunggu komentar, kritik & sarannya agar CalonDokter semakin berkembang!
Terima kasih ^0^
be yourself - be wise - be happy - be wise - be happy - be yours
ReplyDeleteyes, surely :D
ReplyDeleteikut bahagia fasti baca blogmu 😂 doakan menyusul ya 😆
ReplyDeleteiyaa Fas, aamiin.. ditunggu lho yaa :D
DeleteSenengnya :)
ReplyDeleteSaljunya bisa dibawa ke probolinggo nggk? Wkwk :D
Senengnya :)
ReplyDeleteSaljunya bisa dibawa ke probolinggo nggk? Wkwk :D
hahahaaa ntar kalo turun lagi tak kirim lewat paket kilat ae yaa :v :D
Delete