Lanjutan....
“Meskipun di
Palestina, Yaman dan Suriah sudah terlalu sering terjadi penembakan dan bom di
sana-sini, tetapi itu bukan berarti ‘cuaca’ di sana seperti itu kan? Apa
menurutmu penduduk di sana rela untuk terbiasa dengan kondisi daerahnya yang
terus menerus berperang setiap hari, dan mereka diharuskan untuk menerimanya
dengan lapang dada? Jika menurut analogimu, wajar jika orang-orang Rusia dalam
kesehariannya berkutat dengan salju karena memang letak geografis dan iklim
Rusia yang cocok untuk turun salju. Tapi jika Palestina? Apakah memang letak
geografisnya cocok untuk konflik?”, kataku, agak emosi.
“Iya. Bukankah di
Palestina terdapat Israel, yang semenjak berdirinya sudah menimbulkan konflik
perebutan wilayah negara? Dan konflik itu akhirnya menyebar ke negara-negara
sekitar, hingga kini Timur Tengah terkenal sebagai daerah rawan konflik? Tidak
ada yang aneh, menurutku”, katanya tenang. Tanpa ekspresi.
“Itu karena
memang Israel yang mencari masalah duluan. Jika dari awal tidak didirikan
negara Israel, atau setidaknya jika dia didirikan tidak dengan merebut wilayah
negara lain, tentunya konflik tidak akan terjadi, kan? Dan tentu saja, akan
sangat tidak adil jika warga Palestina harus menghindari ribuan peluru dan
puluhan bom setiap hari, lalu kita anggap bahwa, ‘Memang itu kondisi dan cuaca
di sana. Deal with it!’. Ini masalah pelanggaran Hak Asasi Manusia,
bukan cuaca!”, jelasku, lebih emosi lagi. Tak kusangka dia bisa dengan
entengnya menganalogikan terorisme dengan cuaca.
“Lagipula, kemana media dan warga dunia ketika
rakyat Palestina dan sekitarnya sedang sengsara? Mereka acuh. Baru ketika Paris diserang, seketika media ikut bersedih seolah mereka turut merasakan
penderitaan warga Paris. Di mana letak keadilan?”, tambahku.
“Hah?”, tanyanya
keheranan.
“Bukankah dari
dulu orang-orang di seluruh penjuru dunia telah memberikan bantuan, entah
secara material maupun moral kepada warga Palestina? Memang, mereka tidak
mengganti profile picture Facebook mereka dengan bendera Perancis,
tetapi bukankah yang mereka lakukan lebih mulia dari itu? Banyak negara yang
mengirimkan bantuan, entah pasukan untuk ikut berperang di sana, obat-obatan, maupun
barang kebutuhan pokok. Dana bantuan pun terus mengalir. Dan bukan hanya pada saat
itu, namun hingga saat ini. Bukan hanya untuk Palestina, tetapi dan Suriah
juga. Jadi, apa salahnya jika sekarang, mereka berempati sedikit atas bencana
yang dialami oleh warga Paris? Toh, dengan mereka turut berduka atas
Paris, bukan berarti mereka menghentikan bantuan untuk Palestina dkk kan?”,
jelasnya.
”Ah sudah lah,
nampaknya kau sudah lelah. Jika kuteruskan perdebatan ini sekarang, tak akan
ada habisnya. Aku pergi dulu”, katanya santai sambil melambaikan tangannya ke
arahku.
Seketika yang
kulihat di cermin adalah wajahku sendiri, dengan mata yang terlihat sangat
lelah, kantung mata yang tebal dan muka yang kusam. Pikiranku berkecamuk, tetap
tidak dapat kuterima penjelasan’nya’ tadi.
Bagiku, aksi
terorisme di negara seperti Palestina merupakan ulah pihak yang ingin merebut
wilayah Palestina secara paksa. Sedangkan, aksi terorisme di Paris merupakan
perbuatan pihak-pihak yang memang ingin memanas-manasi Perancis untuk turut
serta dalam peperangan yang tengah terjadi di negara-negara Timur Tengah, seperti
Palestina dan Suriah. Daripada terpancing untuk ikut berperang, sebaiknya
pemerintah Perancis bekerjasama dengan negara-negara lain untuk menemukan siapa
pelaku terror sebenarnya dan meringkusnya. Dengan begitu, seluruh konflik dapat
terselesaikan, kan? Ah, sudahlah. Semakin kupikirkan, semakin sakit
kepalaku.
Dengan gontai aku
berjalan ke kamar tidur. Kurebahkan tubuhku yang rasanya letih ini di kasur,
kutarik selimut dan kucoba untuk pejamkan mata. Ingin rasanya melupakan sejenak
segala persoalan yang ada. Toh, bukan urusanku.
Di sini aku tetap
hidup dengan tenang, dapat kuliah dan beraktivitas seperti biasa. Untuk apa aku
memikirkan apa yang terjadi di suatu tempat yang jauh dari tempatku berada
kini? Perlahan kurasakan aku semakin mengantuk, mataku semakin berat. Kudengar
sayup-sayup musik tetangga sebelah yang disetel kencang, tak kuhiraukan.
Kini, aku hanya ingin beristirahat.
No comments:
Post a Comment