Sunday, 6 December 2015

Indonesian Traditional Games Day by PPIT Chongqing




Pernahkah kalian merasa rindu dengan masa kecil, ketika kita masih sekumpulan bocah-bocah innocent yang kerap asik dengan dunia kita sendiri? Dunia dan seisinya seolah hanya numpang lewat di hadapan kita. Bermain, tertawa dan bercanda bersama seolah kita lah yang menguasai ruang dan waktu lingkungan sekitar. Masih begitu polos hingga tidak mengetahui, bahkan tidak mau tahu tentang segala macam hiruk-pikuk dan keruwetan dunia beserta segala macam drama dan problematika yang ada. Dan, tentu saja yang paling dirindukan dari masa kecil adalah: bermain. Karena dunia anak adalah dunia bermain, dan beberapa orang berkata bahwa dunia anak zaman dulu lebih seru dan ‘hidup’ daripada dunia anak zaman sekarang yang hanya berkutat di handphone, tablet atau iPad masing-masing.

Ya, itu lah yang kami, sekumpulan pelajar rantau di Chongqing, Tiongkok rasakan. Hingga akhirnya tercetuslah sebuah ide bagi kami untuk kembali menghidupkan dunia anak ala zaman dulu, yaitu dengan mengadakan sebuah event yang secara eksklusif memainkan permainan anak-anak jadul, sebuah event yang kami beri nama “Indonesian Traditional Games Day”. Dalam acara ini, terdapat dua rangkaian acara utama, yaitu:



Acara pertama, yaitu pemainan Benteng atau Petak Benteng. Permainan yang dimainkan oleh dua tim ini menjadi pilihan karena selain seru, tetapi juga memerlukan strategi yang tepat untuk memenangkannya. Inti dari permainan ini adalah merebut benteng lawan dengan menyentuhnya, tim yang mampu menyentuh banteng lawan terlebih dulu dinyatakan sebagai pemenang. Benteng merupakan objek-objek sekitar yang terlihat mencolok dan mudah dikenali oleh semua pemain. Selama permainan, masing-masing tim lawan diperbolehkan untuk menawan anggota tim lawan dengan menyentuhnya, menjadikannya sebagai Tawanan tim. Anggota tim lain dari Tawanan tersebut bisa membebaskan rekan setimnya yang tertangkap dengan menyentuh tangan si Tawanan .

Permainan ini berlangsung cukup seru dan sengit, karena selain kondisi lapangan yang becek setelah hujan, menyebabkan para pemain kesulitan berlari dan berkali-kali terpeleset hingga terjatuh, tetapi juga masing-masing tim tidak ada yang ingin mengalah. Namun, satu hal yang bisa kami pelajari dari permainan ini yaitu, kerjasama tim dan kemampuan menyelinap ke Benteng lawan tanpa terdekteksi dengan memanfaatkan hiruk-pikuk yang ada selama permainan lah yang menjadi penentu pemenang dalam permainan ini.



Acara kedua, yaitu estafet lomba ala 17an. Lomba-lombanya yaitu, secara berurutan: Balap Karung à Memasukkan Paku ke Botol à Balap Kelereng à Makan Kerupuk. Peserta dibagi lagi menjadi beberapa kelompok kecil yang beranggotakan 3 orang di masing-masing kelompok. Masing-masing orang di masing-masing kelompok memilih satu lomba dari 3 lomba pertama (Balap Karung, Memasukkan Paku ke Botol atau Balap Kelereng). Begitu 3 orang tersebut telah menyelesaikan lombanya masing-masing secara berurutan, ketiganya harus menuju tempat lomba Memakan Kerupuk dan diwajibkan menghabiskan kerupuk yang telah disediakan secara bersama-sama.

Pemenang ditentukan dengan kecepatan masing-masing kelompok dalam menyelesaikan rangkaian lomba dari awal estafet hingga akhir dan jumlah remahan kerupuk yang terbuang. Dalam lomba ini, kepercayaan terhadap masing-masing anggota kelompok dan pembagian tugas antar anggota menjadi faktor utama untuk menang.



Selain mampu mengobati rasa rindu kami terhadap masa kecil (maklum kami semua MKKB alias Masa Kecil Kurang Bahagia), tetapi juga kesempatan untuk saling mengenal dan bersilaturrahmi antar sesama pelajar Indonesia di Chongqing lah yang membuat acara ini sungguh berkesan. Karena Chongqing merupakan kotamadya terluas di Tiongkok dan pelajar Indonesia yang ada tersebar di penjuru kota yang saling berjauhan, event seperti inilah yang ditunggu demi memperkuat ikatan kami selaku sesama pemuda-pemudi rantau. Semoga ikatan yang kami bangun ini tetap solid sehingga kami pun mampu membawa nama Indonesia harum di kancah internasional, terutama di Negeri Tirai Bambu ini.


Salam Pelajar Indonesia!




NB: Jika kalian merasa konten blog ini menarik, bisa like Facebook: CalonDokter, untuk update postingan berikutnya. 

Ditunggu komentar, kritik & sarannya agar CalonDokter semakin berkembang! 


Terima kasih ^0^
Unknown Calon Dokter

Seorang pemuda rantau yang tengah menempuh Pendidikan Kedokteran di Chongqing Medical University. Selain kuliah, saya juga aktif blogging dan berorganisasi di PPI Tiongkok.

Wednesday, 25 November 2015

Puisi: Aku Ingin Seperti . . .




Aku ingin seperti hujan
Ia tak pernah memilih ke mana dan di mana
awan akan menjatuhkannya
Tapi ia selalu menjadi sebab
tumbuhnya kehidupan baru, atau
hilangnya kehidupan yang pernah ada


                Aku ingin seperti mentari
                Ia tak pernah memilih siapa dan apa
                yang akan terkena sinarnya
                Tapi ia selalu menjadi sebab
                terciptanya nutrisi baru, atau
                musnahnya makhluk hidup yang lama


Aku ingin seperti gunung
Ia tak pernah menyombongkan kegagahannya,
kekokohannya dan ketegarannya
Tapi ia selalu menjadi sebab
suburnya sawah pertanian, atau
musnahnya ladang dan ternak



Aku ingin seperti …







Unknown Calon Dokter

Seorang pemuda rantau yang tengah menempuh Pendidikan Kedokteran di Chongqing Medical University. Selain kuliah, saya juga aktif blogging dan berorganisasi di PPI Tiongkok.

Sunday, 22 November 2015

Artikel: Siapkah Kita Menjadi Poros Maritim Dunia?





*Tulisan ini adalah artikel yang saya tulis bersama rekan saya, Bianca Caesariani, untuk menyambut Simposium & Kongres PPI Tiongkok V dan Simposium PPI Asia-Oseania di Hongkong, 8-10 April 2016 yang bertemakan kemaritiman Indonesia*




Pentingnya Kekuatan Laut bagi Negara Maritim

Perbandingan luas lautan dan daratan di dunia yang mencapai kurang lebih 70 : 30, menjadikan tantangan tersendiri bagi negara-negara yang memiliki potensi laut untuk benar-benar memberdayakannya.

Alfred Thayer Mahan, seorang Perwira Tinggi Angkatan Laut Amerika Serikat, dalam bukunya “The Influence of Sea Power upon History, mengemukakan teori bahwa sea power merupakan unsur terpenting bagi kemajuan dan kejayaan suatu negara, yang mana jika kekuatan-kekuatan laut tersebut diberdayakan, maka akan meningkatkan kesejahteraan dan keamanan suatu negara. Sebaliknya, jika kekuatan-kekuatan laut tersebut diabaikan akan berakibat kerugian bagi suatu negara atau bahkan meruntuhkan negara tersebut.


Potensi Laut Indonesia

Indonesia secara geografis merupakan sebuah negara kepulauan dengan perbandingan luas daratan dan lautan mencapai 2:3. Lautan Indonesia yang membentang luas bisa terlihat dengan adanya garis pantai di hampir setiap pulau di Indonesia (± 81.000 km) yang menjadikan Indonesia menempati urutan kedua setelah Kanada sebagai negara yang memiliki garis pantai terpanjang di dunia sehingga laut menjadi  salah satu potensi besar untuk memajukan perekonomian Indonesia.

Data Food and Agriculture Organization tahun 2012, Indonesia pada saat ini menempati peringkat ketiga terbesar dunia dalam produksi perikanan di bawah Tiongkok dan India. Selain itu, potensi sumber daya mineral kelautan tersebar di seluruh perairan Indonesia. Sumber daya mineral tersebut diantaranya adalah minyak dan gas bumi, timah, emas dan perak, pasir kuarsa, monazite dan zircon, pasir besi, agregat bahan konstruksi, posporit, nodul dan kerak mangan, kromit, gas biogenik kelautan, dan mineral hydrothermal.


Transportasi laut berperan penting dalam dunia perdagangan internasional maupun domestik. Transportasi laut juga menghubungkan wilayah pulau, baik daerah yang sudah maju maupun yang masih terisolasi. Mengingat Indonesia adalah negara kepulauan dengan jumlah pulau yang lebih dari 17.000 buah maka sangat diperlukan industri maritim dan dirgantara untuk membantu kelancaran transportasi antar pulau, baik laut maupun udara.


Isu Kelautan Indonesia

Kerusakan ekosistem laut (ekosistem terumbu karang, bakau, dan budidaya laut) sangat berpengaruh pada tingkat produktivitas sumber daya kelautan. Kerusakan ekosistem laut menyebabkan turunnya kualitas laut yang berdampak pada ketidakberlanjutan pemanfaatan sumber daya perikanan. Kerusakan ekosistem laut terjadi akibat pemanfaatan sumber daya ikan yang berlebih (overfishing) di beberapa wilayah perairan Indonesia, dan pencemaran oleh manusia.

Laut sebagai akses perhubungan memberikan kemudahan interaksi secara social, baik antar daerah maupun antar negara. Interaksi yang terjalin dapat berimplikasi positif dan dapat juga sebaliknya, yang memperantarai akses tindakan kriminal seperti illegal logging, perompakan, pencurian sumber daya, perdagangan illegal dan perdagangan manusia.


Kesimpulan

Sangat penting bagi seluruh elemen masyarakat untuk turut serta mengembangkan potensi kemaritiman yang dimiliki oleh Indonesia. Penanganan yang cepat dan tepat terkait isu-isu kemaritiman yang ada juga turut ambil bagian dalam pematangan kesiapan Indonesia menuju tujuan kemaritimannya. Sebab, kesiapan Indonesia untuk menjadi poros maritime dunia hanya dapat tercapai bila kita secara penuh dapat memanfaatkan potensi laut dari sektor ekonomi, pariwisata, ekologi, dan transportasi.



Jalesveva Jayamahe!


Salam pelajar Indonesia!

Oleh: Nikko Akbar dan Bianca (Departemen Media dan Publikasi PPI Tiongkok)







Unknown Calon Dokter

Seorang pemuda rantau yang tengah menempuh Pendidikan Kedokteran di Chongqing Medical University. Selain kuliah, saya juga aktif blogging dan berorganisasi di PPI Tiongkok.

Saturday, 21 November 2015

Serangan Paris vs Serangan Palestina, Suriah, Yaman: Apakah Dunia Memang Tidak Adil? (2)



Lanjutan....


“Meskipun di Palestina, Yaman dan Suriah sudah terlalu sering terjadi penembakan dan bom di sana-sini, tetapi itu bukan berarti ‘cuaca’ di sana seperti itu kan? Apa menurutmu penduduk di sana rela untuk terbiasa dengan kondisi daerahnya yang terus menerus berperang setiap hari, dan mereka diharuskan untuk menerimanya dengan lapang dada? Jika menurut analogimu, wajar jika orang-orang Rusia dalam kesehariannya berkutat dengan salju karena memang letak geografis dan iklim Rusia yang cocok untuk turun salju. Tapi jika Palestina? Apakah memang letak geografisnya cocok untuk konflik?”, kataku, agak emosi.

“Iya. Bukankah di Palestina terdapat Israel, yang semenjak berdirinya sudah menimbulkan konflik perebutan wilayah negara? Dan konflik itu akhirnya menyebar ke negara-negara sekitar, hingga kini Timur Tengah terkenal sebagai daerah rawan konflik? Tidak ada yang aneh, menurutku”, katanya tenang. Tanpa ekspresi.

“Itu karena memang Israel yang mencari masalah duluan. Jika dari awal tidak didirikan negara Israel, atau setidaknya jika dia didirikan tidak dengan merebut wilayah negara lain, tentunya konflik tidak akan terjadi, kan? Dan tentu saja, akan sangat tidak adil jika warga Palestina harus menghindari ribuan peluru dan puluhan bom setiap hari, lalu kita anggap bahwa, ‘Memang itu kondisi dan cuaca di sana. Deal with it!’. Ini masalah pelanggaran Hak Asasi Manusia, bukan cuaca!”, jelasku, lebih emosi lagi. Tak kusangka dia bisa dengan entengnya menganalogikan terorisme dengan cuaca.

 “Lagipula, kemana media dan warga dunia ketika rakyat Palestina dan sekitarnya sedang sengsara? Mereka acuh. Baru ketika Paris diserang, seketika media ikut bersedih seolah mereka turut merasakan penderitaan warga Paris. Di mana letak keadilan?”, tambahku.

“Hah?”, tanyanya keheranan.

“Bukankah dari dulu orang-orang di seluruh penjuru dunia telah memberikan bantuan, entah secara material maupun moral kepada warga Palestina? Memang, mereka tidak mengganti profile picture Facebook mereka dengan bendera Perancis, tetapi bukankah yang mereka lakukan lebih mulia dari itu? Banyak negara yang mengirimkan bantuan, entah pasukan untuk ikut berperang di sana, obat-obatan, maupun barang kebutuhan pokok. Dana bantuan pun terus mengalir. Dan bukan hanya pada saat itu, namun hingga saat ini. Bukan hanya untuk Palestina, tetapi dan Suriah juga. Jadi, apa salahnya jika sekarang, mereka berempati sedikit atas bencana yang dialami oleh warga Paris? Toh, dengan mereka turut berduka atas Paris, bukan berarti mereka menghentikan bantuan untuk Palestina dkk kan?”, jelasnya.

”Ah sudah lah, nampaknya kau sudah lelah. Jika kuteruskan perdebatan ini sekarang, tak akan ada habisnya. Aku pergi dulu”, katanya santai sambil melambaikan tangannya ke arahku.

Seketika yang kulihat di cermin adalah wajahku sendiri, dengan mata yang terlihat sangat lelah, kantung mata yang tebal dan muka yang kusam. Pikiranku berkecamuk, tetap tidak dapat kuterima penjelasan’nya’ tadi.

Bagiku, aksi terorisme di negara seperti Palestina merupakan ulah pihak yang ingin merebut wilayah Palestina secara paksa. Sedangkan, aksi terorisme di Paris merupakan perbuatan pihak-pihak yang memang ingin memanas-manasi Perancis untuk turut serta dalam peperangan yang tengah terjadi di negara-negara Timur Tengah, seperti Palestina dan Suriah. Daripada terpancing untuk ikut berperang, sebaiknya pemerintah Perancis bekerjasama dengan negara-negara lain untuk menemukan siapa pelaku terror sebenarnya dan meringkusnya. Dengan begitu, seluruh konflik dapat terselesaikan, kan? Ah, sudahlah. Semakin kupikirkan, semakin sakit kepalaku.

Dengan gontai aku berjalan ke kamar tidur. Kurebahkan tubuhku yang rasanya letih ini di kasur, kutarik selimut dan kucoba untuk pejamkan mata. Ingin rasanya melupakan sejenak segala persoalan yang ada. Toh, bukan urusanku.


Di sini aku tetap hidup dengan tenang, dapat kuliah dan beraktivitas seperti biasa. Untuk apa aku memikirkan apa yang terjadi di suatu tempat yang jauh dari tempatku berada kini? Perlahan kurasakan aku semakin mengantuk, mataku semakin berat. Kudengar sayup-sayup musik tetangga sebelah yang disetel kencang, tak kuhiraukan. Kini, aku hanya ingin beristirahat.




Unknown Calon Dokter

Seorang pemuda rantau yang tengah menempuh Pendidikan Kedokteran di Chongqing Medical University. Selain kuliah, saya juga aktif blogging dan berorganisasi di PPI Tiongkok.

Serangan Paris vs Serangan Palestina, Suriah, dan Yaman: Apakah Dunia Memang Tidak Adil?


Dialog tokoh Aku dengan sisi lain dririnya terkait dengan serangan Paris. Selamat menikmati ^_^




           Jumat, 13 November 2015 adalah hari yang tidak akan pernah terlupakan oleh hampir seluruh penduduk dunia, terutama penduduk kota Paris, Perancis. Pada hari itu, terjadi serangkaian kegiatan teroris yang terencana, penembakan, bom bunuh diri dan penyanderaan. Aku, yang pada hari itu sedang bersantai di flat antara percaya tidak percaya mendengar berita tersebut. Banyak orang yang akhirnya menghubungkan insiden tersebut dengan keangkeran Friday the 13th, karena memang pada hari yang sama juga terjadi bom di Beirut, Lebanon dan gempa bumi di Jepang. 

Begitu kulihat timeline Lineku, banyak ucapan “Pray for Paris” dari orang-orang yang merasa bersimpatik atas insiden tersebut. Namun, tak sedikit pula yang memprotes tindakan orang-orang yang mencoba bersimpati itu dengan alasan bahwa mereka sudah betindak tidak adil.
Ketika Palestina, Yaman dan Suriah terkena serangan teroris dan menewaskan ribuan bahkan ratusan ribu nyawa tak berdosa termasuk wanita dan anak-anak, media seolah acuh.Namun, ketika Paris terkena serangan teroris yang “hanya” menelan korban ratusan jiwa, seluruh dunia termasuk media seketika panik, seolah tragedi Paris adalah tragedi terbesar sepanjang massa.

 “Ah, benar juga”, pikirku, “bukankah tragedi di Timur Tengah lebih parah dari tragedi Paris, kok begitu aja semua orang lebay. Share ucapan “Pray for Parislah, menambah filter bendera Perancis di profile picture Facebook mereka lah. Sedangkan Gaza dan Suriah yang setiap hari dihujani bom seolah gak ada tindakan apa-apa untuk menanganinya. Seolah dibiarkan aja”.

Cukup lama aku merenungkan apa yang telah terjadi dengan media saat ini. Sungguh tidak adil. Telah cukup lama aku berkutat dengan pemikiran itu, hingga aku merasa lelah sendiri. Kulangkahkan kakiku dengan malas ke kamar mandi untuk mencuci muka.


Ketika aku menghadap ke cermin kamar mandi, sontak aku kaget. Yang kulihat di cermin bukannya wajah lelah dan suntukku dengan kantung mata cukup tebal karena begadang semalaman, namun kulihat di cermin sesosok lelaki yang berparas sangat mirip denganku, hanya saja sorot matanya dingin dan tajam seolah menembus alam pikirku, seolah mengisyaratkan dia dapat membaca isi pikiranku, dengan senyum menyeringai yang memperlihatkan gigi-giginya yang kekuningan dan agak berantakan. Aneh sekaligus menakutkan, persis seperti psikopat yang biasa kutonton di film-film. 

Ya, itu ‘Dia’. Bagi kalian yang belum mengenal siapa 'dia', kusarankan untuk membaca terlebih dahulu kisah yang sempat kutulis di blog ini, berjudul "Aku vs Dia'". Sudah cukup lama dia tidak muncul lagi sebagai diriku dan kini tiba-tiba dia muncul, hanya saja bukan dengan mengambil alih tubuh dan pikiranku seperti sebelumnya, namun sebagai bayangan diriku di cermin.  

“Apa maunya kali ini?”, tanyaku dalam hati.

“Hai”, sapanya singkat dengan suaraku, hanya suaranya agak serak.

“Apa maumu? Sudah lama kau tidak muncul dan kini kau tiba-tiba muncul di cermin seperti ini. Pergi! Aku tidak ingin kau mengganggu kehidupanku lagi dan mengubahku menjadi seorang brutal yang pemarah!”, teriakku kepadanya. Wajahku sepertinya sudah memerah karena memendam amarah yang bergejolak.

Namun, ekspresinya tidak berubah. Dia tetap dengan ekspresi tenangnya, memandangku dengan sorot mata yang dingin dan tajam, sambil tetap mempertahankan seringai menyeramkannya itu.

“Tenang”, katanya perlahan, “aku tahu kau sedang suntuk. Kali ini, aku datang hanya untuk berdiskusi sejenak”, katanya dengan ekspresi yangseolah meyakinkanku bahwa kedatangannya kali ini tidak akan menimbulkan masalah.

“Hah? Berdiskusi?”, tanyaku keheranan. Tak kusangka, seorang ‘dia’ yang selalu bersikap kasar dan tak bermoral kini mengajakku untuk berdiskusi.

“Aku tahu, kini kau sedang prihatin atas standar ganda yang dilakukan oleh media atas insiden Paris terhadap insiden Palestina, Yaman dan Suriah. Kau, sama halnya dengan aktivis dan pejuang kemanusiaan lainnya, berpendapat bahwa ketika terjadi serangkaian kegiatan teroris di Palestina, Yaman maupun Suriah media seolah bungkam, tidak begitu banyak berkomentar dan hanya memberitakan hal yang seperlunya. Namun, ketika terjadi aksi teror di Paris, seketika seluruh dunia seperti terguncang dan media langsung memberitakan insiden tersebut seolah insiden tersebut adalah tragedi kemanusiaan terbesar. Betul?”, tanyanya.

 “Ya tentu saja”, jawabku mantap.

“Hmf”, dengusnya sambil agak memalingkan wajahnya, “tidak kah kau pernah berpikir, bahwa apa yang terjadi di negara-negara Timur Tengah seperti Palestina merupakan konflik yang sudah lama terjadi? Setiap hari mereka sudah dihujani peluru, setiap hari mereka kehilangan orang-orang yang mereka kenal dan cintai. Setiap hari pula wanita dan anak-anak mereka menangis karena kekacauan yang terjadi. Sedangkan di Paris? Penduduk di sana terbiasa hidup tenang. Setiap hari mereka pergi ke kantor dan sekolah dengan tenteram. Hang out dengan teman-temannya di kafe terdekat. Hingga suatu malam, terjadi peristiwa penembakan dan bom bunuh diri. Dengan kata lain, terjadi sesuatu yang berbeda dari apa yang biasa terjadi. Tentu itu sesuatu yang luar biasa kan? Jadi, wajar saja jika seluruh dunia ikut panik”, katanya.

 “Lalu? Apa maksudmu?”, tanyaku penuh tanda tanya. Masih belum bisa kucerna perkataannya itu.

“Begini, jika dianalogikan: ketika di Rusia turun salju, itu merupakan hal yang biasa. Karena memang dalam kesehariannya orang-orang Rusia terbiasa dengan salju. Namun, ketika di Arab Saudi turun salju, bukankah itu merupakan hal yang luar biasa? Fenomena yang aneh dan janggal kan? Jadi, wajar lah jika media terus menerus memberitakan hal ini”,  katanya mencoba menjelaskan padaku.

”Lho? Ya jelas tidak bisa disamakan lah!”, kataku setengah teriak. 




Bersambung...







Unknown Calon Dokter

Seorang pemuda rantau yang tengah menempuh Pendidikan Kedokteran di Chongqing Medical University. Selain kuliah, saya juga aktif blogging dan berorganisasi di PPI Tiongkok.

Thursday, 19 November 2015

Geger Nabi Palsu dari Makassar: Tanda-tanda Akhir Zaman ataukah Sindiran Keras untuk Umat Beragama Saat Ini?




Beberapa waktu yang lalu sempat terjadi hal yang cukup menggegerkan: hadirnya sosok wanita dari Makassar yang mengaku sebagai nabi. Ya, Hadasari namanya. Kehadirannya membuat heboh warga sekitar, karena secara tiba-tiba dia datang ke salah satu kampus di Makassar, dengan berkata kepada khalayak ramai bahwa dia adalah seorang nabi yang di utus oleh Allah setelah Nabi Muhammad SAW untuk menyatukan seluruh umat beragama dan melengkapi Al-Qur’an, kitab suci umat Islam.

Dengan pengakuannya tersebut, reaksi masyarakat sekitar sudah dapat ditebak. Tak sedikit yang mencelanya, menganggapnya sebagai orang gila, dan lain sebagainya. Bahkan ada juga yang berkomentar bahwa akhir zaman sudah dekat. Namun, saya pribadi sebenarnya memiliki pandangan sendiri terkait kemunculan Hadasari yang cukup menghebohkan ini. Berikut uraiannya:

Akhir-akhir ini, kita selaku umat beragama terlalu ‘disibukkan’ dengan konflik beberapa kelompok tertentu yang selalu menyangkut-pautkan permasalahan mereka dengan keyakinan masing-masing. Entah itu konflik internal antar pemeluk agama yang sama, maupun konflik antar agama yang berbeda. Sebagai contoh: konflik antar mazhab Sunni-Syi’ah yang sampai berujung pada pengusiran salah satu golongan dari kampung halamannya, karena faham mazhab yang dianut berbeda dengan masyarakat sekitar. Contoh lain yaitu pembakaran masjid oleh sekelompok umat beragama di Tolikara, Papua. Dan sebenarnya masih banyak konflik lain yang jika kita pikirkan kembali dengan jernih, sebenarnya pokok permasalahannya satu: intoleransi kita akan kepercayaan yang dianut oleh orang lain.

Kita, entah sejak kapan, telah terbiasa untuk menilai bahwa segala hal yang berbeda dengan keyakinan kita adalah SALAH. Bibit pemikiran tersebut telah ditanamkan di benak kita sejak kecil. Terbukti jika kita melakukan sesuatu yang ‘aneh’ dan tidak sesuai dengan norma yang berlaku di masyarakat sekitar, seketika mereka pun mencibir, bahkan menertawakan kita. Padahal belum tentu yang kita lakukan itu benar-benar salah. Kalaupun memang salah, toh seharusnya kita diarahkan secara bijak untuk menjadi lebih baik, bukannya malah dicibir atau ditertawakan, kan?

Ketika kita ditertawakan karena tindakan aneh kita, justru yang terjadi adalah: kita dengan ‘terpaksa’ menuruti keinginan mereka, ya agar tidak ditertawakan lagi. Tapi jauh di lubuk pemikiran dan hati kita yang terdalam, telah tersimpan ‘pembelajaran’ tersendiri bahwa segala hal yang berbeda itu SALAH. Dan akhirnya kita pun cenderung untuk turut menyalahkan orang lain yang berbeda dari kita, membentuk semacam ‘dendam’ tersendiri di dalam diri kita.

Hal yang sama juga ternyata berlaku dalam beragama, dan bukan hanya satu orang, tetapi hampir semua orang mengalami hal yang sama. Hingga akhirnya terbentuk lah semacam ‘faham’ baru di masyarakat kita bahwa semua yang berbeda adalah SALAH. Inilah akar permasalahan yang sebenarnya.

Namun ternyata, ada beberapa orang yang memiliki kepedulian yang begitu besar dengan kondisi masyarakat yang seperti itu, salah satunya mungkin Hadasari ini. Dia (mungkin) prihatin dengan kondisi masyarakat sekitarnya yang selalu merasa paling benar hingga merasa berhak untuk menyalahkan orang lain yang berkeyakinan berbeda. Dia (mungkin) geram dengan perilaku orang-orang yang merasa bahwa surga secara pasti akan diberikan kepadanya hingga merasa sah-sah saja untuk memvonis orang lain masuk neraka. Dia (sepertinya) pun kesal dengan mereka yang merasa sudah suci dan dekat dengan Tuhan sehingga tidak salah jika mengkafirkan orang lain.

Namun, tak peduli seberapa besar kepeduliannya tersebut, dia merasa tidak memiliki kekuasaan apa pun untuk memperbaiki kondisi ini. Hingga (mungkin) muncullah ide ‘brillian’nya untuk mengangkat dirinya menjadi seorang nabi. Karena, tentu saja, perkataan nabi pasti selalu didengar, kan? Dengan begitu, diharapkan kekhawatirannya dapat didengarkan oleh masyarakat dan mengubah mereka menjadi pribadi yang lebih baik. Hal ini terbukti oleh ‘misi kenabian’ yang ditulisnya dalam selembar kertas yang dipegangnya ketika pertama kali menyampaikan ‘risalah kenabian’nya, yaitu: “Nabi Hadasari diperintahkan oleh Allah menyampaikan semua agama. Jangan saling membenci dan jangan saling bermusuhan” (Dapat dilihat kembali di gambar di bawah judul)

Jadi, apakah kita akan tetap melanjutkan ‘tradisi’ untuk memaksakan keyakinan kita kepada orang lain ini? Apakah kita akan tetap meneruskan konflik yang sebenarnya tidak perlu ini? Apakah kita rela untuk ‘melahirkan’ Hadasari-Hadasari baru di kemudian hari?

Jawabannya ada di dalam diri kita masing-masing. Mari kita bertanya kepada diri sendiri, apa yang lebih kita butuhkan: Kepuasan karena berhasil memaksakan keyakinan kita atau kedamaian karena berhasil memahami perbedaan yang ada? 









Unknown Calon Dokter

Seorang pemuda rantau yang tengah menempuh Pendidikan Kedokteran di Chongqing Medical University. Selain kuliah, saya juga aktif blogging dan berorganisasi di PPI Tiongkok.

Monday, 16 November 2015

Cerpen: Aku vs ‘Dia’




*Tulisan ini adalah cerpen karangan saya yang sempat dimuat di majalah Cabe Rawit (majalah pelajar Indonesia di Tiongkok) edisi 47. Selamat Menikmati :))* 



Pernahkah kalian mendengar tentang kisah Dr. Jekyll & Mr. Hyde? Atau, jika kisah tersebut terlalu ‘kuno’, mungkin kalian lebih mengetahui versi yang lebih ‘baru’, The Incredible Hulk. Ya, versi mana pun yang kalian pernah dengar, inti kisahnya satu: split personality atau yang biasa kita sebut sebagai “Kepribadian Ganda”. Mungkin beberapa dari kalian langsung bertanya-tanya, apa hubungan kisah tersebut denganku?

Sebelum aku menceritakan kisahku, akan lebih baik jika aku memperkenalkan diriku terlebih dahulu. Aku sebenarnya memiliki banyak nama dan julukan, tetapi untuk saat ini, lebih baik panggil saja aku, ‘Aku’. Ya, Aku. Aku memilih nama tersebut demi keamanan, keamanan diriku, keluargaku dan orang-orang yang sempat dekat atau kenal denganku, termasuk kalian. Aku tidak ingin ‘dia’ mengetahui nama asliku, yang kemudian ‘dia’ akan mulai mengetahui tentang orang-orang yang dekat denganku dan membahayakan jiwa mereka. ‘Dia’ yang selalu menghantui malamku, membuatku terjaga sepanjang malam. Karena, ketika aku lengah sedikit saja, ‘dia’ lagsung mengambil alih tubuh dan pikiranku, mengubahku menjadi sama sekali orang lain yang sangat berkebalikan dari diriku yang biasa orang kenal. Orang mengenalku sebagai seseorang yang lembut, penyabar dan penuh kasih. Tetapi, itu satu sisi dari diriku saja. 

Ketika ‘dia’ mengambil alih tubuhku, aku pun berubah menjadi seseorang yang jahat, penyuka kekerasan, pemabuk dan sejuta kelakuan bejat lainnya. Aku, atau lebih tepatnya ‘dia’, bahkan sempat, menghajar habis-habisan salah seorang kerabat dekatku karena dia menumpahkan minuman kepadaku, atau lebih tepat kepada’nya’. Pernah pula, suatu malam ketika aku sehabis pulang kerja, keesokan harinya aku terbangun di tempat pinggiran jalan dengan botol bir yang sudah pecah dan penuh darah di tanganku, sepertinya semalam ‘dia’ mulai beraksi lagi dan menimbulkan kekacauan. 

Semenjak mengetahui keberadaan’nya’, tubuh dan pikiranku senantiasa dalam keadaan waspada, selalu berperang untuk mengalahkan dominansi ‘dia’ terhadap tubuhku. Aku tidak bisa lengah, bahkan sedetik pun. Karena di saat aku lengah dan memberi celah barang sedetik pun, di detik itu pula dia langsung mengambil alih tubuh dan pikiranku. Bahkan, di saat aku mulai menuliskan kisahku ini pun, aku tidak dapat istirahat barang semenit pun, aku bisa merasakan keberadaan’nya’ di dalam diriku, di setiap hembusan napasku, di setiap detak jantungku, bahkan aku mulai merasakan’nya’ mulai menggerogoti pikiranku secara perlahan. 

Aku tidak mampu melawannya, ‘dia’ terlalu kuat untukku dan setiap hari ‘dia’ selalu bertambah kuat dan kuat sehingga aku pun tidak yakin berapa lama lagi aku mampu menahan keberadaannya. Sudah kukunjungi setiap psikolog terkenal di kota ini namun jawaban mereka selalu sama: aku normal. Tidak ada yang salah dengan diriku maupun kejiwaanku. Tidak ada orang yang mampu menolongku melawan’nya’ selain diriku sendiri.

Aku menuliskan kisah ini, agar semua orang bisa tahu dan waspada. Bahwa bukan hanya diriku yang memiliki ‘dia’. Setiap orang dari kita memiliki ‘dia’ kita masing-masing yang jika dibiarkan berkeliaran dapat membahayakan setiap orang dan menimbulkan kekacauan. Kalian juga, berwaspadalah terhadap ‘dia’. Karena ‘dia’ dapat dating kapan pun dan dimana pun. Kendalikan ‘dia’, jangan sampai dia bebas berkeliaran. Untuk itu lah kita dianugerahi akal oleh Tuhan, menurutku, karena hanya itu satu-satunya yang mampu mengendalikan’nya’. Berhati-hatilah.
Unknown Calon Dokter

Seorang pemuda rantau yang tengah menempuh Pendidikan Kedokteran di Chongqing Medical University. Selain kuliah, saya juga aktif blogging dan berorganisasi di PPI Tiongkok.

Tuesday, 20 October 2015

Puisi: Tidakkah Kau Sadar?



Dia memanggilmu, menyerumu, bahkan meneriakkan namamu
Namun kau tetap melangkah menjauh
Tidakkah kau menyadaraiNya?

Dia menjatuhkanmu ketika
kau ingin memilih jalan yang lain
Agar kau hanya memilih jalan kepadaNya
Tidakkah kau menyadariNya?

Dia membutakanmu ketika
kau mencoba untuk memalingkan pandanganmu dariNya
Agar hal terakhir yang kau lihat dan ingat adalah Dia
Tidakkah kau menyadariNya?

Dia mematahkan, menghancurkan, bahkan meremukkan hatimu agar
Dia membuatkanmu hati yang baru, dan
kau isi denganNya, hanya Dia

Dia melarangmu untuk meminum khamr,
agar kau hanya mabuk oleh
anggur kedekatan dan cinta kepadaNya,
yang dituangkan ke dalam cawan kalbu,
yang diteguk dengan nikmatnya oleh jiwamu
Tak peduli bagaimana kondisinya kala itu
Tidakkah kau menyadariNya?

Jika kau memang sadar
Lantas mengapa kau tetap menjauhiNya?

Jika kau memang sadar
Lalu mengapa kau terus saja mendustaiNya?
Unknown Calon Dokter

Seorang pemuda rantau yang tengah menempuh Pendidikan Kedokteran di Chongqing Medical University. Selain kuliah, saya juga aktif blogging dan berorganisasi di PPI Tiongkok.

Puisi: Cintaku Bagai Pohon Jati



Cintaku bagai pohon jati,
yang siap ditebang ketika tua
Menjadi pondok peneduh
agar kau tak basah oleh hujan,
tak takut bahaya hening malam

Cintaku bagai pohon jati,
yang kayu, dahan dan rantingnya siap dibakar
Dilalap jilatan api yang ganas
agar kau tidur dengan nyaman dan hangat
Walau setelahnya akan menjadi abu, yang kemudian
diterbangkan oleh angin sebelum kau tersadar

Namun ingat
Cintaku bagai pohon jati,
yang siap meranggas ketika kemarau
Ketika terik panas menyengat
agar tak rusak raga ini
Karna aku pun tetap ingin hidup


Bagaimana dengan cintamu?
Unknown Calon Dokter

Seorang pemuda rantau yang tengah menempuh Pendidikan Kedokteran di Chongqing Medical University. Selain kuliah, saya juga aktif blogging dan berorganisasi di PPI Tiongkok.

Pengalaman Perdana di Negeri Cina



         Tuntutlah ilmu sampai ke negeri Cina. Ya, kata-kata itulah yang menjadi semangat serta motivasiku untuk memulai perjalanan panjangku ini. Sebuah perjalanan yang bermula dari sebuah mimpi. Sebuah perjalanan yang tak kusangka akan kulakukan saat ini. Sebuah perantauan panjang yang entah kapan akan berakhir.


Kisah ini bermula dari sebuah kota kecil di Jawa Timur yang dikenal dengan nama Probolinggo. Kota yang mungkin masih belum cukup dikenal oleh kebanyakan orang namun menorehkan kisah yang cukup mendalam dan berarti bagiku. Hal yang semula menjadi kekecewaan, justru menjadi cambuk bagiku untuk keluar dari zona nyaman dan memulai perantauan. Dan setelah pencarian selama setahun, kini takdir telah menapakkan kakiku di sini, di negeri ‘legendaris’ yang bahkan tertera dalam sabda salah satu manusia paling berpengaruh zaman ini: China.




Pertama kali menjejakkan kaki di negeri ini, ada perasaan haru, gembira, deg-degan dan segudang perasaan lainnya bercampur aduk menjadi satu. Tak kusangka hal yang selama ini hanya menjadi angan-angan bagiku, kini sungguh terjadi. Kuhirup dalam-dalam udara kota Guangzhou, kota pertama yang kukunjungi dalam perantuanku ini, dan kupandangi jalanan, pertokoan serta bangunan lainnya dari kaca bis sembari mengingat perjuanganku untuk dapat sampai ke sini.

Namun, takdir tak membiarkanku untuk menetap, sebaliknya ia kembali menuntun langkahku menuju sebuah kota di sebelah barat daya dataran Cina: Chongqing. Tempatku menetap dan menuntut ilmu saat ini. Pertemuanku dengan berbagai macam manusia di sana, menyadarkan dan mengajariku tentang berbagai makna kehidupan. Jujur, aku bukanlah seseorang yang bisa dibilang gentleman, pengertian, lembut dan segudang kriteria manusia, bahkan lelaki, sempurna lainnya. Aku yang selama ini acuh tak acuh akan sikapku yang terkadang menyakiti dan menyinggung perasaan orang lain, kini mulai menyadari ketidaksempurnaan diri ini. Mulai menyadari ada beberapa hal yang harus kuubah guna menjadikan diri ini lebih baik lagi. Semua itu terjadi karena pertemuanku dengan manusia-manusia baru di kota perantauanku ini.




Bagiku, tempat ini menyimpan banyak kesan semenjak aku memutuskan menetap sementara waktu ini. Banyak hal yang kurasa merupakan bagian dari alur takdir yang memang ditujukan kepadaku, yang memang menuntunku untuk ke sini. Walaupun, jujur, aku merasa ilmu-ilmu teknis yang kudapat di sini masih sangatlah minim, namun ilmu-ilmu kehidupan justru membanjiri, bahkan serasa menohok kesadaranku akan kealpaan diri selama ini. Dan justru hal itulah yang memicuku untuk menjadi pribadi yang jauh lebih baik ke depannya. Aku merasa, inilah suatu fase di hidupku ketika aku harus mulai  melihat dengan mata kepalaku sendiri dan belajar menyikapi beragamnya corak kehidupan dan manusia di luar lingkungan awalku. 

Semua ini, aku yakin, merupakan skenario Sang Sutradara Agung yang sedang menyiapkanku untuk sesuatu yang lebih besar nantinya. Terima kasih Tuhan atas segala kesempatan langka ini, aku sangat bersyukur dan pasti akan kumanfaatkan sebaik-baiknya. 
Unknown Calon Dokter

Seorang pemuda rantau yang tengah menempuh Pendidikan Kedokteran di Chongqing Medical University. Selain kuliah, saya juga aktif blogging dan berorganisasi di PPI Tiongkok.


ThingsGuideIndian Education BlogThingsGuide